Menulis cerpen sosial
Konservasi
kah?
karya Bahari Adji
karya Bahari Adji
Pagi itu udara terasa sejuk. Silir angin berhembus
tiada henti-hentinya menyelimuti kampus konservasi. Terdengar kicau merdu
burung di atas pepohonan yang hijau dan rindang. Betapa bahagianya aku bisa
berada di tempat senyaman ini.
“Apa ini yang dinamakan
surganya dunia?” aku berkata dalam hati.
Pikiranku telah jauh
melayang membayangkan jika aku hidup di dunia dengan keadaan seperti ini selamanya
pasti itu akan menyenangkan.
Tiba-tiba aku
tersadarkan oleh suara keras yang membuatku kaget
“Ayo dekkk cepat
jalan..”
“lari…”
“Maba ngga ada
gerakannya.”
“Udah jam berapa ini?”
Suara itu keluar dari
mulut kakak-kakak senior yang menjadi panitia ospek. Suaranya membuat Maba lari
kocar kacir menuju tempat upacara pembukaan ospek. Memilih untuk aman aku pun
langsung mempercepat jalan untuk bergabung dengan mahasiswa baru lainnya.
Seperti ospek pada
umumnya kami disuruh membawa disuruh
membawa barang bawaan dan kemudian di cek satu persatu. Ketika ada
mahasiswa baru yang tidak membawa barang bawaan maka akan di beri hukuman.
Setelah upacara pembukaan selesai, kami di bawa ke suatu ruangan. Ruangan yang
menurutku cukup besar dan dapat menampung lebih dari 1000 orang. Aku mengira
ketika masuk ruangan itu akan di bikin malu oleh kakak-kakak senior. Tapi
ternyata tidak seperti yang kukira, di ruangan itu kami diberikan materi-materi
yang berkaitan dengan kampus baruku. Salah satu materi yang diberikan adalah
tentang konservasi.
“Universitas Konservasi
adalah konsep yang memadukan antara pedagogi dengan ekologi dengan ekologi
dengan mempertimbangkan sumber daya hayati dan lingkungan universitas sehingga
mewarnai pelaksanaan dan pengembangan Tri Darma Perguruan Tinggi’ kata pemateri
yang mengisi mengisi materi tentang konservasi
Aku jadi teringat
kejadian yang aku liat tadi pagi sebelum acara upacara pembukaan ospek dimulai.
“Wah memang benar ini
konsep konservasi di kampusku telah dilaksanakan dengan baik” kataku
“Iya semoga saja memang
menjadi universitas konservasi sebenarnya. Bukan sekadar label saja” kata
mahasiswa yang berada di sampingku
Aku tidak menyadari
bahwa ada orang mendengar perkataanku tadi.
“Oh iya mas. Semoga
saja tidak hanya label saja ya mas” sahutku menanggapi perkataan orang itu
Kesempatan itu aku
jadikan sebagai perkenalan awalku dengan sesama mahasiswa baru
“Siapa namamu mas?”
“Tolip. Kamu siapa?
Asalnya dari mana?”
“Adji. Asalku dari
tegal. asalmu mana?”
“Purwodadi”
“Salam kenal ya mas”
Perbincangan kami
berdua sangat ulet hingga kami tidak begitu mendengarkan materi yang
disampaikan pemateri. Yang penting aku sudah tau apa itu konservasi. Mungkin
kami sudah jenuh mendengar pemateri yang lumayan lama berbicara menyampaikan
materi konservasi. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat dan sekarang
menunjukan pukul 14.00 WIB yang artinya
kegiatan hari itu telah usai.
Agenda hari kedua dan
ketiga tidak jauh berbeda dengan kegiatan hari pertama. Kami dikumpulkan di
ruangan kemudian diberi materi. Sebagai mahasiswa baru yang baik akupun mengikuti acara demi acara dengan penuh
semangat. Kini tiba saatnya untuk acara penutupan ospek yang artinya aku telah
diterima sebagai keluarga fakultas bahasa dan seni dan besok sudah menjadi anak
kuliahan bukan anak SMA lagi.
Kuliah perdana
merupakan sesuatu yang kutunggu-tunggu. Perasaanku bercampur antara senang dan
canggung karena belum terbiasa dengan dunia perkuliahan. Perasaan kuliah
perdana itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tidak seperti ketika SMA kita berangkat Pukul
07.00 WIB. Kuliah berangkat bergantung jadwal yang telah di tentukan. Jadi
rasanya aneh gitu lah. Seneng tapi bingung.
Pagi itu tepatnya hari senin aku mendapat
jadwal kuliah Pukul 09.00 WIB dan Pukul 11.00 WIB di hari itu tidak ada materi
yang disampaikan oleh Bapak Ibu dosen. Kami hanya di suruh untuk memperkenalkan
diri dan sekadar bercerita-cerita sebagai pengantar perkuliahan.
“Perkenalkan nama saya
Muhammad Arbi biasa di panggil arbi asal
saya dari purbalinnga.”
“Perkenalkan nama saya
Bahari Adji Isyaint Kusuma biasa di panggil Adji asal saya dari Tegal”
“Perkenalkan nama saya
Prasetyo biasa di panggil Pras asal saya dari Temanggung”
“Perkenalkan nama saya
Novias Saputro biasa di panggil Vias asal saya dari Batang”
“Perkenalkan nama saya
Desi Nurida Sari biasa di panggil Desi asal saya dari Demak”
Semua mahasiswa
memperkenalkan diri secara berantai dari pojok depan sampai bangku pojok
belakang. Sangat menyenangkan bisa berada diantar orang-orang yang berbeda
tempat asal. Tentu disini akan memuculkan keberagaman kebudayaan.
Setelah perkuliahan
selesai aku berencana makan siang bersama teman baru yang ku kenal sewaktu masa
ospek. Di tengah jalan tiba-tiba terdengar suara
“Prittttttttt”
“Mas… berhenti..”
Aku bingung apa maksud
satpam itu.
Tolip memacu motornya
semakin cepat kemudian satpam tersebut mengambil motor dan mengejar kami
berdua. Segera satpam itu memepet motor yang kami tunggangi dan berkata
“Berhenti … saya bilang
berhenti,kenapa kamu malah jalan? Apa kamu tidak punya telinga”
“Saya tidak tahu kalau
bapak meyuruh saya berhenti. Jadi maksud bapak apa?”
“Ini kan masih jam
kuliah mas. Kenapa kamu melintas menggunakan sepeda motor? Udah tau kampus
konservasi malah tetap aja pake motor lewat sini” kata satpam itu dengan nada
sedikit membentak
“Oya pak maaf. saya
belum terbiasa dengan peraturan yang ada. Saya mahasiswa baru”
“Mana KTM kamu? Kamu
sudah melanggar peraturan, jadi KTM kamu saya tahan sementara. Besok bisa
diambil di dekanat” kata satpam tersebut kepada tolip
Melihat semakin
panasnya percakapan satpam dan tolip akupun memutuskan untuk memisahkan
keduanya.
“Kami baru mahasiswa
baru pak. Kami minta kebijaksanaan bapak untuk memberikan peringatan terlebih
dahulu kepada kami” aku berkata kepada satpam itu.
“Yang namanya peraturan
ya harus di taati mas. Jika ada yang melanggar harus di beri sanksi.”
“Baik Pak jika mau
bapak seperti itu. Kami siap menerima sanksi. Sekarang coba bapak lihat
mobil-mobil itu” aku berkata kepada pak satpam sambil menunjuk kearah mobil-mobil
yang terparkir di jalan hutan konservasi.
Kemudian aku kembali berkata dengan sedikit
kesal atas perilaku pak sastpam yang tidak adil itu.
“Lalu bagaimana dengan
mobil-mobil yang berada di tengah jalan hutan buatan itu pak? Kenapa bapak
tidak menindaknya? Katanya Universitas Konservasi?. Berarti segala lapisan yang
ada di dalam universitas haruslah menaati peraturan itu. Tidak bisa sepihak.
Yang naik motor di larang lewat tapi yang naik mobil malah di persilahkan. Apa
itu adil pak? ”
Seketika itu Pak Satpam
terdiam dan tidak bisa menjawab pertanyaanku.
*****
Bagus kak..salam konservasi 😁
BalasHapusTerimakasih kak..
BalasHapustanda bacanya diperhatiin lagi ya qaqa :D
BalasHapusterima kasih atas sarannya kak
BalasHapus