Minggu, 13 Desember 2015

cerpen sosial




Menulis cerpen sosial
Konservasi kah?
karya Bahari Adji
 
Pagi itu  udara terasa sejuk. Silir angin berhembus tiada henti-hentinya menyelimuti kampus konservasi. Terdengar kicau merdu burung di atas pepohonan yang hijau dan rindang. Betapa bahagianya aku bisa berada di tempat senyaman ini.
“Apa ini yang dinamakan surganya dunia?” aku berkata dalam hati.
Pikiranku telah jauh melayang membayangkan jika aku hidup di dunia dengan keadaan seperti ini selamanya pasti itu akan menyenangkan.
Tiba-tiba aku tersadarkan oleh suara keras yang membuatku kaget
“Ayo dekkk cepat jalan..”
“lari…”
“Maba ngga ada gerakannya.”
“Udah jam berapa ini?”
Suara itu keluar dari mulut kakak-kakak senior yang menjadi panitia ospek. Suaranya membuat Maba lari kocar kacir menuju tempat upacara pembukaan ospek. Memilih untuk aman aku pun langsung mempercepat jalan untuk bergabung dengan mahasiswa baru lainnya.
Seperti ospek pada umumnya kami disuruh membawa disuruh  membawa barang bawaan dan kemudian di cek satu persatu. Ketika ada mahasiswa baru yang tidak membawa barang bawaan maka akan di beri hukuman. Setelah upacara pembukaan selesai, kami di bawa ke suatu ruangan. Ruangan yang menurutku cukup besar dan dapat menampung lebih dari 1000 orang. Aku mengira ketika masuk ruangan itu akan di bikin malu oleh kakak-kakak senior. Tapi ternyata tidak seperti yang kukira, di ruangan itu kami diberikan materi-materi yang berkaitan dengan kampus baruku. Salah satu materi yang diberikan adalah tentang konservasi.
“Universitas Konservasi adalah konsep yang memadukan antara pedagogi dengan ekologi dengan ekologi dengan mempertimbangkan sumber daya hayati dan lingkungan universitas sehingga mewarnai pelaksanaan dan pengembangan Tri Darma Perguruan Tinggi’ kata pemateri yang mengisi mengisi materi tentang konservasi    
Aku jadi teringat kejadian yang aku liat tadi pagi sebelum acara upacara pembukaan ospek dimulai.
“Wah memang benar ini konsep konservasi di kampusku telah dilaksanakan dengan baik” kataku
“Iya semoga saja memang menjadi universitas konservasi sebenarnya. Bukan sekadar label saja” kata mahasiswa yang berada di sampingku
Aku tidak menyadari bahwa ada orang mendengar perkataanku tadi.
“Oh iya mas. Semoga saja tidak hanya label saja ya mas” sahutku menanggapi perkataan orang itu
Kesempatan itu aku jadikan sebagai perkenalan awalku dengan sesama mahasiswa baru
“Siapa namamu mas?”
“Tolip. Kamu siapa? Asalnya dari mana?”
“Adji. Asalku dari tegal. asalmu mana?”
“Purwodadi”
“Salam kenal ya mas”
Perbincangan kami berdua sangat ulet hingga kami tidak begitu mendengarkan materi yang disampaikan pemateri. Yang penting aku sudah tau apa itu konservasi. Mungkin kami sudah jenuh mendengar pemateri yang lumayan lama berbicara menyampaikan materi konservasi. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat dan sekarang menunjukan pukul 14.00 WIB  yang artinya kegiatan hari itu telah usai.
Agenda hari kedua dan ketiga tidak jauh berbeda dengan kegiatan hari pertama. Kami dikumpulkan di ruangan kemudian diberi materi. Sebagai mahasiswa baru yang baik akupun  mengikuti acara demi acara dengan penuh semangat. Kini tiba saatnya untuk acara penutupan ospek yang artinya aku telah diterima sebagai keluarga fakultas bahasa dan seni dan besok sudah menjadi anak kuliahan bukan anak SMA lagi.
Kuliah perdana merupakan sesuatu yang kutunggu-tunggu. Perasaanku bercampur antara senang dan canggung karena belum terbiasa dengan dunia perkuliahan. Perasaan kuliah perdana itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.  Tidak seperti ketika SMA kita berangkat Pukul 07.00 WIB. Kuliah berangkat bergantung jadwal yang telah di tentukan. Jadi rasanya aneh gitu lah. Seneng tapi bingung.
 Pagi itu tepatnya hari senin aku mendapat jadwal kuliah Pukul 09.00 WIB dan Pukul 11.00 WIB di hari itu tidak ada materi yang disampaikan oleh Bapak Ibu dosen. Kami hanya di suruh untuk memperkenalkan diri dan sekadar bercerita-cerita sebagai pengantar perkuliahan.
“Perkenalkan nama saya Muhammad Arbi  biasa di panggil arbi asal saya dari purbalinnga.”
“Perkenalkan nama saya Bahari Adji Isyaint Kusuma biasa di panggil Adji asal saya dari Tegal”
“Perkenalkan nama saya Prasetyo biasa di panggil Pras asal saya dari Temanggung”
“Perkenalkan nama saya Novias Saputro biasa di panggil Vias asal saya dari Batang”
“Perkenalkan nama saya Desi Nurida Sari biasa di panggil Desi asal saya dari Demak”
Semua mahasiswa memperkenalkan diri secara berantai dari pojok depan sampai bangku pojok belakang. Sangat menyenangkan bisa berada diantar orang-orang yang berbeda tempat asal. Tentu disini akan memuculkan keberagaman kebudayaan.
Setelah perkuliahan selesai aku berencana makan siang bersama teman baru yang ku kenal sewaktu masa ospek. Di tengah jalan tiba-tiba terdengar suara
“Prittttttttt”
“Mas… berhenti..”
Aku bingung apa maksud satpam itu.
Tolip memacu motornya semakin cepat kemudian satpam tersebut mengambil motor dan mengejar kami berdua. Segera satpam itu memepet motor yang kami tunggangi dan berkata
“Berhenti … saya bilang berhenti,kenapa kamu malah jalan? Apa kamu tidak punya telinga”
“Saya tidak tahu kalau bapak meyuruh saya berhenti. Jadi maksud bapak apa?”
“Ini kan masih jam kuliah mas. Kenapa kamu melintas menggunakan sepeda motor? Udah tau kampus konservasi malah tetap aja pake motor lewat sini” kata satpam itu dengan nada sedikit membentak
“Oya pak maaf. saya belum terbiasa dengan peraturan yang ada. Saya mahasiswa baru”
“Mana KTM kamu? Kamu sudah melanggar peraturan, jadi KTM kamu saya tahan sementara. Besok bisa diambil di dekanat” kata satpam tersebut kepada tolip
Melihat semakin panasnya percakapan satpam dan tolip akupun memutuskan untuk memisahkan keduanya.
“Kami baru mahasiswa baru pak. Kami minta kebijaksanaan bapak untuk memberikan peringatan terlebih dahulu kepada kami” aku berkata kepada satpam itu.
“Yang namanya peraturan ya harus di taati mas. Jika ada yang melanggar harus di beri sanksi.”
“Baik Pak jika mau bapak seperti itu. Kami siap menerima sanksi. Sekarang coba bapak lihat mobil-mobil itu” aku berkata kepada pak satpam sambil menunjuk kearah mobil-mobil yang terparkir di jalan hutan konservasi.
 Kemudian aku kembali berkata dengan sedikit kesal atas perilaku pak sastpam yang tidak adil itu.
“Lalu bagaimana dengan mobil-mobil yang berada di tengah jalan hutan buatan itu pak? Kenapa bapak tidak menindaknya? Katanya Universitas Konservasi?. Berarti segala lapisan yang ada di dalam universitas haruslah menaati peraturan itu. Tidak bisa sepihak. Yang naik motor di larang lewat tapi yang naik mobil malah di persilahkan. Apa itu adil pak? ”
Seketika itu Pak Satpam terdiam dan tidak bisa menjawab pertanyaanku.

*****




4 komentar: